Akhirnya skema co-payment asuransi kesehatan yang dijadwalkan akan berlaku 1 Januari 2026 ditunda. Skema bagi risiko yang mewajibkan pemegang polis menanggung sebagian biaya klaim kesehatan ini sempat diwarnai pro dan kontra.
Adapun keputusan penundaan ini adalah hasil keputusan dari Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin 30 Juni 2025. Raker tersebut memutuskan bahwa co-payment yang diatur di dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 ditunda sampai OJK merilis regulasi yang lebih mengikat yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Penundaan ini bisa menjadi angin segar yang meringankan beban finansial nasabah saat mengakses layanan medis. Namun, apa sebenarnya implikasi dari kebijakan ini, dan bagaimana hal ini memengaruhi ekosistem asuransi kesehatan di Indonesia?
Memahami Ulang Co-payment dalam Konteks Asuransi Kesehatan
Sebelum membahas lebih jauh mengenai penundaan, penting untuk menyegarkan kembali pemahaman tentang co-payment itu sendiri. Dalam polis asuransi kesehatan, co-payment adalah sejumlah biaya tetap yang harus dibayarkan langsung oleh pemegang polis kepada penyedia layanan kesehatan (dokter, rumah sakit, apotek) di awal atau saat menerima layanan. Sementara itu, sisa tagihan akan ditanggung oleh perusahaan asuransi kesehatan.
Keberadaan co-payment memiliki beberapa tujuan utama:
- Meningkatkan Kesadaran Biaya: Membuat pemegang polis lebih menyadari biaya riil layanan medis.
- Mendorong Penggunaan yang Bijak: Mencegah penggunaan layanan medis yang tidak perlu atau berlebihan.
- Mengontrol Biaya Premi: Dengan adanya co-payment, perusahaan asuransi kesehatan dapat mengelola risiko dan menjaga premi tetap kompetitif.
Implikasi Penundaan Co-payment terhadap Asuransi Kesehatan
Jika kebijakan penundaan co-payment ini benar-benar diterapkan oleh OJK, ada beberapa implikasi signifikan yang patut dicermati, baik bagi pemegang polis maupun perusahaan asuransi kesehatan:
Bagi Pemegang Asuransi Kesehatan:
- Kemudahan Akses: Ini akan sangat membantu, terutama bagi mereka yang membutuhkan perawatan mendesak tetapi tidak memiliki dana tunai siap pakai untuk co-payment. Proses klaim bisa terasa lebih mulus di titik layanan.
- Manajemen Keuangan Lebih Fleksibel: Pemegang polis akan memiliki waktu untuk menyiapkan dana co-payment tanpa tekanan harus membayar saat itu juga.
- Potensi Misuse: Risiko penggunaan layanan yang tidak perlu bisa meningkat jika tidak ada barrier finansial langsung. Ini perlu diantisipasi oleh perusahaan asuransi kesehatan.
Bagi Perusahaan Asuransi Kesehatan:
- Perubahan Alur Keuangan: Perusahaan perlu menyesuaikan alur penerimaan co-payment, dari upfront menjadi deferred. Ini akan memengaruhi arus kas jangka pendek.
- Meningkatnya Risiko Kredit: Adanya risiko gagal bayar co-payment dari pemegang polis jika penagihan dilakukan belakangan. Perusahaan perlu mengembangkan sistem penagihan yang efektif.
- Inovasi Produk: Perusahaan asuransi kesehatan mungkin perlu berinovasi dalam produk mereka, mungkin dengan memperkenalkan mekanisme penagihan co-payment yang lebih fleksibel atau paket yang mengakomodasi perubahan ini.
- Peningkatan Edukasi: Perusahaan harus lebih gencar mengedukasi nasabah mengenai kewajiban co-payment yang tetap ada, meskipun pembayarannya ditunda.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Wacana penundaan co-payment oleh OJK tentu membawa harapan besar bagi banyak masyarakat yang mengandalkan asuransi kesehatan. Namun, implementasinya tidak akan tanpa tantangan. OJK dan perusahaan asuransi kesehatan perlu bekerja sama untuk merumuskan mekanisme yang adil, transparan, dan berkelanjutan.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Bagaimana mekanisme penagihan co-payment yang ditunda akan dilakukan? Apakah melalui akumulasi, tagihan bulanan, atau mekanisme lain?
- Bagaimana mitigasi risiko bagi perusahaan asuransi kesehatan jika terjadi penundaan atau gagal bayar co-payment?
- Apakah akan ada kriteria khusus untuk jenis layanan atau nilai co-payment yang bisa ditunda?
Dengan komunikasi yang jelas dari OJK dan kesiapan dari perusahaan asuransi kesehatan, kebijakan penundaan co-payment ini dapat menjadi langkah maju yang signifikan dalam meningkatkan aksesibilitas dan kemudahan asuransi kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia