Industri asuransi jiwa di Indonesia sedang memasuki era baru. Menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 16/PUU-XXI/2023 yang menguji Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), kini ada angin segar bagi pemegang polis. Putusan ini pada dasarnya menegaskan bahwa perusahaan asuransi tidak bisa lagi membatalkan polis atau menolak klaim secara sepihak hanya dengan alasan pernyataan tidak benar dari pemegang polis, tanpa adanya proses pembuktian yang adil.

Sebelum putusan MK ini, Pasal 251 KUHD kerap menjadi landasan bagi perusahaan asuransi untuk menolak klaim jika ditemukan ketidaksesuaian data pada saat pengajuan. Kini, putusan MK tersebut membawa implikasi besar: perusahaan asuransi wajib membuktikan bahwa ada niat buruk atau penipuan dari calon nasabah jika ingin membatalkan polis atau menolak klaim. Ini adalah langkah maju yang signifikan dalam perlindungan konsumen di sektor asuransi.


Apa Implikasinya bagi Pemegang Polis dan Perusahaan Asuransi?

Bagi Pemegang Polis:

Bagi Perusahaan Asuransi:


Kapan Perubahan Ini Berlaku Penuh?

Menurut informasi dari AAJI, pedoman dan penyesuaian ini diperkirakan akan berlaku efektif mulai awal kuartal III-2025. Yang penting, penyesuaian ini tidak hanya berlaku untuk polis baru, tetapi juga akan diterapkan pada semua polis yang sudah berjalan (polis existing). Artinya, setiap pemegang polis asuransi jiwa di Indonesia akan merasakan dampak positif dari putusan MK ini.


Pentingnya Keterbukaan Informasi

Meskipun perlindungan nasabah semakin kuat, keterbukaan dan kejujuran dari calon nasabah tetaplah kunci utama. Pemberian informasi yang tidak benar atau menutupi fakta penting saat pengajuan asuransi masih dapat menimbulkan masalah di kemudian hari, terutama jika terbukti ada niat penipuan.

Pada akhirnya, pembaruan ini menjadi momen penting bagi industri asuransi jiwa di Indonesia. Ini adalah jembatan untuk membangun ekosistem asuransi yang lebih transparan, adil, dan tentu saja, lebih tepercaya bagi seluruh lapisan masyarakat.